OBJEKTIVITAS DALAM MENYIKAPI UU CIPTA KERJA

Oleh : RISKA PRATIWI (Mahasiswa Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Program Studi Ilmu Administrasi Publik) 


Paradigma yang di bangun dengan terciptanya UU Cipta Kerja adalah meningkatkan investasi dan membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan. Dimana dikutip dari salah satu media nasional, Presiden Republik Indonesia Jokowi Dodo mengatakan setiap tahunnya ada 2,9 juta penduduk usia kerja baru anak muda yang masuk kepasar kerja, dan dimasa pendemi yang masih meyelimuti Indonesia banyak pengangguran yang terjadi sekitar 6,9 juta dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi corona. Sehingga perlu mendorong terciptanya lapangan kerja baru khususnya di sektor Padat karya. Jelaslah bahwa pemerintah dalam hal ini ingin sekali meningktan ekonomi masyarakatnya dengan menciptakan lapangan kerja baru di tengah wabah covid-19 yang tidak berkesudahan dan belum tau kapan pastinya akan berakhir. Masalah ini muncul dimana UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI yang berisikan draf undang-undang dianggap oleh kalangan pekerja atau buruh merasa dirugikan. Bahkan mahasiswa juga ikut turun tangan guna memprotes UU Cipta Kerja, demo dimana-mana bahkan hampir disejumlah dearah di tanah air. Draf UU Cipta Kerja yang setiap pasalnya di katakan sangat merugikan parah buruh atau pekerja dimana salah satu pasalnya yang berbunyi paling disoroti yaitu penghapusan UMP (Upah Minimum Porvinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten/kota dan mempermudah PHK hal ini tidaklah benar karna langsung di bantah Oleh Presiden Jokowi dan semua cuti baik itu cuti sakit, cuit kematian, cuti kawinan dan cuti melahirkan dihapuskan tanpa adanya kompensasi dan lagi-lagi ini dibantah langung oleh Presiden Jokowi. Lalu yang menjadi pertanyan publik apakah UU Cipta Kerja benar- benar sangat merugikan para pekerja/buruh? Ini jelas menjadi tantangan kita sebagai masyarakat yang bijak dalam menyikapi setiap informasi yang beredar, dan harus benar -benar diukur dan terkonfirmasi kebenarannya, apalagi pada jaman sekarang banyak berita Hoax yang tersebar di berbagai media elektronik yang belum teruji kebenarannya. Masyarakat tidak hanya dituntuk untuk bijak tapi juga berfikir kritis dimana setiap informasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat haruslah kita telaah dan kita kaji terlebih dahulu kebenaran sumber beritanya barulah kita membuat kesimpulan sehingga tidak terjadi kekacauan dan kesesatan dalam berfikir. Ini jelas akan berdampak sangat luas tidak hanya bisa merugikan diri sendiri tetapi bisa merugikan khalayak ramai, akibat dari kesimpulan yang kita buat berdasarkan informasi yang belum terkonfirmasi kebenaranya seperti halnya isi dari draf UU Cipta Kerja yang banyak beredar di masyarakat. Dikutip dari Kompas.com dimana draf UU Cipta Kerja belum disahkan secara final oleh DPR RI informasi yang beredar ditengah masayakrat adalah informasi yang masih belum secara utuh kebenaran dari isi darf UU Cipta Kerja. Disini perlu adanya transfaransi dari DPR dan Pemerintah dalam memberikan akses informasi, sehinga tidak terjadinya salah tafsir dalam menyikapi draf UU Cipta Kerja yang beredar luas di tengah-tengah masyarakat, seharunya pemerintah dalam hal ini yang memiliki akses yang luas dimasyarakat hendaknya bisa memberikan informasi yang akurat, sehingga bisa meredam informasi-informasi yang tidak benar, seperti merilis isian draf UU Cipta Kerja yang utuh dan final jika DPR sudah disahkan, bukan dengan mencari alasan bahwa mengatakan draf UU Cipta Kerja belum final dan masih disusun. Ini jelas membuat rancu dan bisa menimbulkan kekacauan yang meluas di kalangan rakyat Indonesia akibat informasi yang tidak akurat. Semangat di balik terciptanya UU cipta kerja adalah mempermudah perizinan bagi usaha, menyediakan peluang untuk menampung tenaga kerja yang setiap tahunnya 3.5 juta dan untuk memberantas korupsi di birokrasi melalui pengurusan yang rumit. Sehingga jelaslah bahwa Pemerintah dalam hal ini ingin agar UU Cipta Kerja untuk bisa disahakan dan diberlakukan menajadi UU. Pemerintah dan DPR sudah melakukan segala upaya agar UU Cipta Kerja untuk secepatnya disahkan menjadi UU, yang menjadi kendala dan membuat banyak masyarakat atau buruh kuatir adalah masalah isi dari pasal-pasal yang mengatur tentang ketenagakerjan, dimana banyak sekali beredar di media digital dimana isi dari draf pasal-pasal tidak berpihak kepada pekerja/buruh, bahkan justru menguntungkan bagi para pemilik modal atau pengusaha. Dalam hal ini perlu juga kita ketahui secara Bersama dan juga sudah di konfirmasi oleh Menkopolhukam Prof Mahfud MD menyatakan secara langsung bawah UU Cipta Kerja tidak hanya diperuntukan bagi para buruh, akan tetapi di peruntukkan bagi para pekerja baru yang mencari pekerjaan yang setiap tahun jumlahnya sangat besar. Ini jelas menjadi tantangan bagi Bangsa Indonesia dimana Negara harus hadir memberikan solusi yang terbaik bagi rakyatnya dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menjamin hak-hak setiap pekerja/buruh dalam mendapatkan gaji atau upah serta hak-hak lain yang diatur di dalam UU. Dengan demikian jelaslah bahwa pemerintah dalam hal ini menginginkan yang terbaik bagi rakyatnya khususnya bagi para pencari kerja tanpa merugikan para pekerja/buruh yang sudah lama bekerja. Pemerintah dalam hal ini berupaya memberikan yang terbaik untuk rakyatnya dengan memberikan jaminan dan perlindungan yang utuh, sehingga semangat yang tertuang dalam Pancasila yaitu sila ke Lima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, tercipta bagi seluruh rakyat Indonesia.

No comments: